Wednesday, January 9, 2013

Spontanitas dalam Goresan Sketsa


"Menggambar sebuah objek dengan
spontan dan tak punya kewajiban untuk
mempermanis gambar tersebut rasanya
menjadi kebebasan mutlak mereka."

Sketcher atau penyeket, yang tergabung dalam Indonesia’s Sketchers, memang mengamini kebebasan
tersebut. Bagaimana tidak, jika kebanyakan hasil dari menggambar akan lebih menarik perhatian dan disebut indah ketika goresan gambar tersebut tertata dengan rapi, disketsa, keindahan itu terlihat bila sebuah gambar dengan garis-garis yang agak karutmarut berhasil menunjukkan
ciri ataupun sisi humanis dari sebuah objek.

Bebas, spontan, dan tidak membutuhkan keakuratan garis barangkali menjadi paham yang digunakan oleh para penyeket. Mensketsa objek nyata yang ada di hadapan mereka dalam beberapa menit dilakukan oleh para penyeket dengan menggunakan paham tersebut.


Kawasan Pasar Antik, Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat.
Koordinator Program Indonesia’s Sketchers Nashir Setiawan mengatakan, meski spontan dan bebas,sketsa yang dilakukan kelompoknya tersebut memang tidak dilakukan lewat objek yang hanya ada di khayalan atau tidak nyata.”Sketsa itu kan sifatnya lebih spontan. Makanya, digambarnya pun langsung pakai pen. Jika ada garis yang salah atau kurang akurat, tidak masalah jika langsung ditabrak. Tapi yang pasti sketsa itu hasil dari gambar melihat langsung sebuah objek,bukan dari foto ataupun imajiner,”tuturnya.

Penyeket yang juga bekerja sebagai dosen di Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanegara itu menceritakan bahwa aktivitas yang dilakukan Indonesia’s Sketchers selama ini memang tidak memiliki kriteria khusus dalam penentuan objek. Meski begitu, program bernama Sketsa Bersama yang dilakukan satu bulan sekali itu biasa memilih tempat tempat pusat keramaian.


”Sketsa itu kan sifatnya lebih spontan.
Makanya, digambarnya pun
langsung pakai pen.”
NASHIR SETIAWAN
[Koordinator Program
Indonesia’s Sketchers]


Sebelum menggelar Sketsa Bersama, mereka terlebih dahulu berkumpul dan berembuk untuk menentukan lokasi menggambar mereka. ”Biasanya kalau sudah ketemu lokasinya, kita akan menentukan objek apa dari sekitar tempat tersebut yang dapat digambar. Tidak semua bisa digambar karena yang digambar itu harus objek yang bisa mencirikan atau salah satu keunikan wilayah tersebut,”katanya.

Nashir mengatakan, tempat wisata ramai menjadi salah satu tempat yang tepat untuk gelaran rutin mereka. ”Kita pilih tempat yang lebih terbuka. Ini juga agar dapat diapresiasi oleh orang lain,” imbuhnya. Pada saat itulah, tambah Nashir, Indonesia’s Sketchers kemudian menemukan orangorang baru yang tertarik dengan dunia gambar-menggambar ini. Tidak sampai di situ,kegiatan mensketsa ini pun kemudian mempersilakan para anggota Indonesia’s Sketchers atau masyarakat yang baru bergabung untuk menggelar hasil sketsa mereka.

Sketsa-sketsa tersebut digelar bukan untuk dijual, melainkan dipajang agar dapat langsung dikomentari apakah masih kurang atau sudah bagus. Kegiatan para anggota Indonesia’s Sketchers ini juga dapat dilihat dengan mudah di ruang seni terbuka seperti Taman Suropati ataupun Kota Tua. Mereka lebih sering mensketsa bangunan atau landscape.


Menurut Nashir,objek tersebut dapat disketsa dengan lebih cepat dibandingkan menggunakan manusia sebagai objek. ”Memang kalau bertemu itu kita lebih banyak menggambar landscape karena lebih cepat. Objek yang stay dan tidak bergerak, lebih membutuhkan sedikit waktu. Sedangkan menggambar orang itu pasti akan lebih banyak waktu karena mereka bergerak,”katanya.

Salah satu anggota Indonesia’s Sketchers Toni Malakian menceritakan pada awalnya sebuah sketsa dibuat tanpa perlu menggunakan teknik. Sulit mungkin,namun ada kesenangan tersendiri yang dihasilkan dari sketsa-sketsa tersebut. ”Untuk awalnya sebenarnya enggak perlu pakai teknik. Kita pakai intuisi aja, pakai feeling, dan kejelian mengamati,” katanya.

Dari sana, kata Toni, penyeket akan mengasah kepekaannya dalam mengamati sebuah objek. Merekam objek dengan cepat dalam ingatan adalah hal yang penting. ”Saya sering menggambar orang.Lagi asyikasyiknya bikin sketsa, eh dia pergi. Tapi, itulah asyiknya. Karena kita sudah menghafal bentuk kaki atau elemen lainnya, jadi bisa kita teruskan sendiri,” akunya.

Indonesia’s Sketchers awalnya dibentuk karena keinginan seorang wanita bernama Atit Dwi Indarty, 27, yang merasa penyeket di Indonesia tidak memiliki wadah sendiri. Padahal di dunia sudah ada Urban Sketchers yang anggotanya terdiri atas para penyeket dari seluruh dunia. Usut punya usut, Atit akhirnya bertemu Dhar Chedar,43,yang merupakan kontributor Urban Sketchers di Indonesia.

Dari sanalah keduanya mengumpulkan para penyeket Indonesia dalam satu komunitas dan akhirnya terbentuk pada Agustus 2009. Nashir mengatakan bahwa Indonesia’s Sketchers saat ini sudah mengumpulkan lebih dari 5.000 anggota, baik yang aktif ataupun tidak aktif dari seluruh Indonesia.

Di Jakarta ada sekitar 1.500 orang,yang aktif di angka 30-50 orang. Dalam waktu dekat ini, Nashir mengatakan, Indonesia’s Sketchers berencana bertemu untuk membahas program lebih lanjut yang akan mereka lakukan. ●  Harian Seputar Indonesia | Reporter: Megiza


*Liputan Indonesia's Sketchers di Harian Seputar Indonesia.

3 comments:

N45HIR said...

Menanggapi tulisan mbak Megi, karena wawancaranya via phone ada sedikit 'keliru' interpretasi mengenai gambar landscape seharusnya lebih mudah krn obyeknya diam, sedangkan obyek manusia cenderung lebih susah karena obyeknya bergerak. Untuk detail gambar manusia, perlu lebih banyak waktu jika ingin mendapatkan hasil yang akurat... sebenarnya maksudnya begitu, namun yang tertulis barangkali bisa ditafsirkan berbeda... by the way, apapun yang tertulis adalah salah satu bukti bahwa IS sudah cukup dikenal banyak orang, lalu mau kemana lagi kita?.... hehehe mari kita rembug bersama kemana langkah kita selanjutnya...

Rainer said...

Great sketches these are!
Being able to understand the words I wish.

boedie said...

permisi mas mbak kalo mau gabung gmana nih hehehehe tertarik nih sama sketchers ?