Wednesday, September 14, 2011

Menikmati Uniknya Kotagede Lewat Sketsa


Pengen nyeket santai sambil makan bakso dan es kacang ijo? Mampirlah ke Kotagede. Setelah menyusuri peninggalan sejarah Kerajaan Mataram Islam, jangan lupa memuaskan lidah ke warung es yang rasanya maknyus itu.

Kotagede tidak hanya terkenal dengan kerajinan peraknya. Tempat wisata timur Kota Yogyakarta itu juga terkenal dengan berbagai objek wisata lainnya. Di Kampung Alun-alun misalnya, terdapat warung es legendaris bernama Ys Sidosemi. Menu andalannya, es kacang ijo dan ketan. Ada juga limun Saparella. Interior warung yang jadulnya nggak dibuat-buat itu menarik untuk di sketsa meski sambil makan bakso.


Saparilla, salah satu minuman khas warung YS Sidosemi.
-Erick Eko Pramono. Drawing pen dan cat air di atas kertas biasa.-

Pagi pukul 9 Minggu 17 April lalu, IS Jogja sudah berada di kawasan Masjid Gede, Kotagede, Yogyakarta. Depan masjid sudah dipenuhi penduduk sekitar. Kami berkumpul di halaman parkir. Hari itu sangat ramai dan bernuansa lain karena bertepatan dengan acara Nguras Sendang Salirang yang rutin diadakan setiap tahun, tanggal 10 bada mulud (penanggalan jawa).

Nggak Rebutan, Nggak Seru!

Pukul 10, jumlah penduduk yang datang semakin banyak. Mereka berkumpul di halaman masjid, siap merebut isi gunungan yang berisi makanan, sayur, dan buah. Berhasil mengambil nanas yang di pucuk gunungan, itu suatu kebanggaan. Namun, hanya mendapat sebulir kacang panjang pun tak mengapa. Yang penting ada bagian gunungan yang dibawa. Isi gunungan seperti nanas, telur merah, jajan pasar, dipercaya membawa berkah.

Gunungan berisi nanas, telur merah, terong, kacang panjang,
dan jajanan pasar yang siap diperebutkan.
-Niken Anggrek Wulan. Pena berujung kuas dan kertas A5.-

Pembawa acara upacara nguras sendang yang berdiri di depan gunungan pagi itu tak lelah-lelahnya mengingatkan. Ia berkali-kali mengatakan, bahwa gunungan itu bukan untuk acara rebutan.

“Kotagede beda dengan daerah lain. Gunungan ini tidak untuk diperebutkan. InsyaAllah dapat jatah satu-satu,” begitu kira-kira yang dikatakannya.

Incar Nanas

Meski diingatkan sampai berbusa-busa, anak-anak dan orang tua tetap saja siap berebut. Mata mereka tampak awas mengincar bagian yang paling diinginkan. Umumnya mereka ingin mengincar nanas dan telur merah yang berada di pucuk gunungan. Lebih besar dan posisi di atas lebih membawa berkah, pikir mereka.

Saat gunungan sedang didoakan, rebutan terjadi. Beberapa orang sudah nangkring di atas gunungan. Lainnya pun tak ingin kalah. Dengan sigap mereka berebut uba rampai atau makanan yang ada. Puluhan fotografer pun berebut memfoto momen yang berlangsung singkat itu.

Risky, salah satu peserta IS Jogja, menyeket di depan rumah penduduk di Between Two Gates


Suasana menyeket di Gang Rukunan

Saat peristiwa itu, kami juga ikut berdesakan menyaksikan rebutan gunungan. Meski begitu, lebih banyak teman sketser yang memilih tempat yang lebih aman dari senggolan orang dan menyeket dengan tenang.

Between Two Gates

Selesai acara yang melelahkan itu, IS Jogja berkumpul di kawasan Between Two Gates. Sebutan itu merupakan tata lingkungan kampung di Kampung Alun-alun. Pemukiman yang ada sejak 1840 itu bergaya arsitektur Jawa yang saat ini sudah sulit ditemui di Yogyakarta. Di jalan selebar 1,5 hingga 2,5 meter tersebut terdapat ornamen yang beragam. Masih dijumpai tadhah alas sebagai sarana fungsi sosial warga, misalnya untuk ngobrol.

Kawasan Kotagede sangat sering digunakan baik mahasiswa atau masyarakat umum yang ingin melihat-lihat atau melakukan penelitian. Oleh sebab itu, Pak RT, RW, atau Takmir Masjid sangat terbuka menerima siapa saja, termasuk IS Jogja.

Hasil kuiz tebak gambar, sayang belum ada hadiahnya bagi yang pintar menebak :)

Setelah puas mensketsa, kami kembali ke lingkungan masjid untuk berdiskusi. Saat perkenalan, peserta diminta menggambarkan karakter dirinya di selembar kartu. Setelah itu, kartu diacak dan setiap peserta diminta menebak orang yang menggambar kartu tersebut. Karena baru perkenalan, tiap peserta sulit mengetahui siapa penggambarnya. Namun, usaha tersebut cukup mengenalkan satu sama lain. Setelah berdiskusi tujuan sketching berikutnya, pukul 3 kami memutuskan berkemas dan membawa pulang sketsa Kotagede :)


Para Abdidalem atau masyarakat makan nasi kotak setelah selesai upacara Nguras Sendang. -Hendro Purwoko. Pensil di kertas A4.-


Sebelah kiri: salah satu toko perak milik masyarakat. Sebelah kanan: Babon Aniem, gardu listrik yang menjadi ikon Pasar Kotagede. Umurnya lumayan tua karena dibangun pada awal 1900. Nama ANIEM merupakan kepanjangan dari perusahaan listrik Pemerintah Belanda Algemeen Nederlands Indische Electriciteit Maatshcappi. Sedangkan babon berarti induk, sehingga disebut gardu induk. -Erick Eko Pramono. Drawing pen dan cat air di atas kertas bekas buku akuntansi.-



Salah satu sudut di Gang Rukunan, Kampung Alun-alun. Seperti rumah lain di Kotagede, rumah ini berfungsi sebagai toko sekaligus tempat tinggal. -Niken Anggrek Wulan. Drawing Pen, kertas A5.-

Kampung Rukunan adalah gang yang diapit oleh 2 gerbang, sehingga disebut Between two Gates. Merupakan cagar budaya karena bentuk rumah yang masih dijaga keasliannya. -Hendro Purwoko, Pensil di atas Kertas A4.-

Referensi:
Wibowo, Erwito, dkk. 2011. Toponim Kotagede. Asal Muasal Nama Tempat. Rekompak. Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, Java Reconstruction Fund, Forum Joglo (Forum Musyawarah Bersama Sahabat Pusaka Kotagede).

1 comment:

YosoBayuDono said...

edaaan...saya angkat topi untuk kegiatan sketsa kawan2 di Yogya...sketnya mantap-mantap...kegiatan oke punya dan ulasannya oke..