Monday, September 26, 2011

Tugu Jogja, Sebuah Pengingat

“Apa menariknya tugu Jogja? Dilihat-lihat nggak ada yang istimewa dari tugu itu. Sederhana banget.” tulis salah seorang remaja di suatu blog.

Ya, apa sih menariknya tugu Jogja? Secara fisik jelas tidak menarik dibanding bangunan lain. Ia hanya berupa bangunan persegi dan di atasnya berupa limas. Simpel. Tidak serupa Monas yang menjulang alih-alih Burj Khalifa.

Meski dibilang tidak menarik, setiap malam Tugu Jogja dipenuhi remaja-remaja atau mahasiswa yang ingin berfoto-foto. “Nggak afdol kalau udah tinggal di Jogja tapi tidak pernah menyentuh Tugu,” katanya.

Oleh sebab itu, bangunan penanda batas utara Kraton itu dipilih sebagai sasaran Skeching&Sharing IS Jogja yang pertama 27 Februari 2011 lalu.


Demo Turunkan Nurdin di perempatan Tugu, Yogyakarta. Erick Eko Pramono

Oke, lupakan tentang sisi menarik tugu dari segi bentuk karena memang tidak menarik.

Namun, apabila Anda calon pemimpin a.k.a presiden misalnya, penting untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam Tugu yang terletak 2 km dari Keraton tersebut.

Awalnya, tugu merupakan bangunan berbentuk pilar berupa golong-gilig. Golong=bentuk bulat, gilig= pilar. Bentuk tersebut perlambang Manunggaling Kawula Gusti. Artinya, manunggalnya (bersatunya) raja dengan rakyat, sekaligus manunggalnya manusia dengan Tuhan.

Antara tugu dengan Bangsal Manguntur Tangkil (tempat singgasana Sultan), berada dalam garis lurus. Hal itu dimaksudkan agar pemimpin Yogyakarta senantiasa mengingat rakyatnya alias manunggaling kawula gusti.


Malam 60+HOUR di tugu Jogja. Semua orang tumpah ruah memenuhi area perempatan tugu.
Awang Emanuel.

Sedangkan bagi penduduk kota Jogja sendiri, Tugu merupakan salah satu penanda bahwa Kota ini mempunyai sejarah kegempaan yang cukup tinggi. Gempa pada tahun 1867 menyebabkan tugu golong-gilig rusak berat. Karena itu, pada 1889 dipugar oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII menjadi bentuk yang kita lihat sekarang ini. Sehingga kalau Anda berminat membangun rumah di Jogja, bangunlah rumah yang tahan gempa.

Meski mulai tergilas pemandangan bangunan di sekitarnya, Tugu tetap selalu menjadi pusat keramaian. Tak jarang berbagai komunitas berkumpul di kawasan ini. Sekecil apapun, sebuah kota memang membutuhkan penanda sekaligus penyampai sejarah masa lalunya. (Niken Anggrek Wulan)


Tugu Jogja. Awang Emanuel.


Pemandangan sisi barat Tugu Yogyakarta. Awang Emanuel.

Tugu, salah satu Ikon Kota Yogyakarta. Niken Anggrek Wulan.


Komunitas Sepeda Onthel di acara Earth Hour. Awang Emanuel.

Pilihan antara kebutuhan ekonomi atau romantisme masa lalu? Lokasi: Jalan Jend. Sudirman, Perempatan Tugu, Yogyakarta. Awang Emanuel.


*Blog remaja yang saya maksud: http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2010/03/23/wangi-bunga-mistis-di-tugu-jogja/

**Referensi: Heryanto, Fredy. Mengenal Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. 2009. Yogyakarta: Warna Mediasindo.

3 comments:

Aryo Sunaryo said...

hmm...tugu golong gilig yg rusak akibat gempa hebat yg menimpa Jogya. Gak salah mbak Niken yg merujuk Heryanto, tp setahu saya, golong benar berarti bulat (seperti bola), bisa pula menyatu, sedangkan gilig artinya bentuk tabung (macam tongkat pramuka). Dahulu memang tugu golong gilig berbentuk panjang seperti tongkat yang di bagian puncaknya terdapat bentuk bulat. Tugu ini dicat putih. Belanda menyebutnya "white paal" (?)= tugu putihlah. Dari Sitinggil Sultan yang duduk di singgasana dapat memusatkan pandangannya lurus ke depan ke arah tugu tersebut. Selamat para sketser Yogya!

bisnis tiket pesawat said...

ehemm..
kalau ke jogja dan gak foto2 di tugu tuh namanya kurang,
he2,..
itu katanya teman2 saya

yosafat said...

Permisi, saya mau tanya kalo sketch di web ini saya pake untuk bikin aplikasi tentang wisata budaya yogyakarta sebagai splash screen apakah boleh??